24 Mei 2013


Selama ini seringkali Alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan) angkatan tempur kita dituding kuno laghh, ora mutu laghh, wis ora-ora laghh pokoke. Setelah era kepemimpinan Mbah Soeharto, praktis kehebatan ABRI kita jarang diekspos seperti era orde baru.
Yang banyak dieskpos malah para aktivis kontrass dan cenderung menghakimi para pembela Tanah Air dan pelayan rakyat. Pelayan rakyat? … lha iyo 100% jelass to, saat terjadi bencana Alam. Siapa coba yang turun tangan langsung bahu membahu? …  tanpa bayaran uang lembur malah. Hmm aktivis kontrass? :mrgreen:
Iseng-iseng buka situs golbalpower.com ehh lha dalah, ternyata TNI kita masih yang terkuat di wilayah ASEAN, numero Uno. dan Nomer 4 se-Asia Pasifik. salutto ;) Australia … jauhh pak de, ora level.
Lha yo wajar, menilai sebuah kekuakatan angkatan bersenjata tidak hanya didasarkan pada alutsista, tapi juga dinilai dari pengalaman tempur dan mental prajurit. Untuk yang kedua, jelas TNI adalah jagonya.
Contohnya dalam sejarah perang kemerdekaan, keberadaan Republik Indonesia hampir saja musnah ketika Tentara Belanda dengan sukses gemilang merebut Jogja lewat Agresi Militer keduanya. Menurut siaran pers-nya, penguasa militer Hindia Belanda, sudah mengumumkan pada dunia, bahwa pemberontakan terhadap kekuasaan kerajaan Belanda di Hindia sudah berhasil ditumpas habis. Presiden, Wakil Presiden dan semua perangkat pemerintahan sudah berhasil diamankan.
Di sinilah letak ke-patriot-an Sultan Jogja HB-IX, dia dengan tegas menolak ketika Belanda menawarinya menjadi penguasa Jawa dan Merdeka dengan bendera Kasultanan Jogja, bukan Republik Indonesia…(padahal selama di Jogja, pemerintah RI pake dana Keraton). Karena penguasa militer kedudukanya setara dengan penguasa negara bagian (saat itu Jogja negara bagian Belanda) gubernur militer tidak berkuasa menangkap Sultan HB-IX.
Back to topic.
Sesuai perintah instruksi dari Panglima Besar Jend. Sudirman, untuk mengadakan serangan militer secara serentak di semua wilayah yang memiliki potensi militer dan sipil yang memadai. Jadi serangan umum 1 maret 1949 tidak hanya terjadi di Jogja, kalau pun yang dibesar-besarkan yang di Jogja, yo wajar, karena status Jogja pasca Renville adalah Ibukota Indonesia.
Dan disana saat serangan berlangsung masih ada delegasi Komisi Tiga Negara, yang pada waktu itu selalu dicekoki oleh Belanda bahwa Republik Indonesia sudah benar-benar tamat … KO-it.
Naghh meski hanya sukses menduduki Jogja selama 6 jam saja. KTN yang terdiri dari Australia, Belgia dan Amerika Serikat, jadi melek matanya. Tahu bahwa Republik Indonesia masih ada, menjadi saksi betapa hebatnya semangat juang para Tentara Indonesia, bahwa mereka (TNI) susah untuk dikalahkan.
Bahkan salah satu wakil KTN memberikan siaran pers radio di Eropa dengan menyebut
The Indonesian guerrillas look a like zombie
Saking kagumnya dengan semangat juang mereka yang hanya dipimpin jenderal sekarat diatas tandu. Dengan peralatan tempur seadanya, mereka sukses memukul mundul Belanda di Jogja. Pada saat bersamaan, batalyon lain sukses menahan Belanda di Solo dan Semarang agar tidak mengirim bantuan.
He he he, klo sudah begini hebatnya reputasi TNI. Sekarang tinggal presidenya saja, meski kadang saya bingung. Dia itu presiden atau bintang televisi :mrgreen:

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking